Allah berfirman dalam S.Al Bayyinah : 5;
"Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali agar mereka beribadah kepada
Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya, secara hanif."
" Allah tidak menerima amal, kecuali yang dikerjakan dengan ikhlas karena
Dia semata, dan dimaksudkan untuk mencari ridho-Nya." ( HR. Ibnu Majah ). Masih melekat dalam ingatan kita mengenai kisah 3 pemuda yang
terperangkap dalam gua yang digunakan untuk berteduh.
Salah seorang diantara mereka berkata, "Sungguh tidak ada yang dapat
menyelamatkan kalian dari bahaya ini, kecuali jika kalian berdo'a kepada
Allah SWT dengan menyebutkan amal -amal shalih yang pernah kalian
perbuat".
Maka bermunajatlah mereka:
Seorang dari mereka berdoa: "Ya Allah, aku memepunyai orang tua yang sudah
renta, kebiasaanku, mendahulukan mereka minum susu sebelum aku berikan
kepada anak istriku dan budakku. Suatu hari, aku pergi mencari kayu bakar
dan pulang terlambat sampai keduana tertidur. Maka akupun memerah susu
utnuk persediaan minum keduanya. Aku pun enggan untuk membangunkannya.
Meskipin demikian aku tidak memberikan susu tsb kepada keluargaku/budakku
sebelum keduanya minum. Aku menunggu keduanya terbangun hingga terbit
fajar, sedangkan anak-anakku menangis tersisak-isak meminta susu sambil
memegangi kakiku. Ketika keduanya terbangun, kuberikan susu itu".
"Ya Allah jika engkau jika aku berbuat itu karena mengharap ridha-Mu, maka
geserkanlah batu yang menutupi gua ini". Kemudian bergeserlah sedikit batu
itu, namun mereka belum bisa keluar.
Orang kedua melanjutkan doanya: "Ya ALlah, sesunggguhnya aku memepunyai
saudara sepupu yang aku cintai.Aku selalu ingin berbuat zina dengannya,
tetapi ia selalu menolaknya. Beberapa tahun kemudian , ia tertimpa
kesulitan. Ia pun datang untuk meminta bantuanku dan aku berikan 120 dinar
dengan syarat menyerahkan dirinya kapan saja aku mau. Sehingga suatu hari
aku memliki kesempatan dengannya ia berkata, 'Takutlah kamu kepada ALlah.
Janganlah kamu sobek darahku kecuali dengan jalan yang benar (nikah)'.
Mendengar yang demikian aku meninggalkannya dan merelakan emas yang aku
berikan, padahal dia adalah yang sangat aku cintai. "Ya Allah, jika
perbuatan itu karena mengaharap ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang
menimpa gua ini". Kemudian bergeser, namun belum bisa juga keluar.
Orang yang ketiga melanjutkan doanya:"Ya Allah, aku mempekerjakan beberapa karyawan dan digaji dengan sempurna, kecuali ada seseorang yang
meninggalkan aku dan tidak mau mengambil gajinya terlebih dahulu. Kemudian
gaji itu aku kembangkan sehingga menjadi banyak. Selang beberpa tahun dia
datang dan berkata, berikanlah gajiku. Aku berkata,'Semua yang kamu lihat
baik unta, sapi, kambing maupun budak yang menggembalanya, semuanya
gajimu'. kemudian diapun mengambil semuanya itu dan tidak meninggalkannya
sedikitpun. "Ya Allah jika perbuatan itu demi mengharap ridha-Mu, maka
singkirkanlah batu yang menutupi gua ini".
Kemudian bergeserlah batu tsb dan mereka bisa keluar."
Dari hadits dan kisah diatas membuktikan bahwa Allah hanya menerima amal
yang didasari oleh ikhlas semata karena-Nya.
Dr. Ahmad Farid memberikan pengertian ikhlas yaitu ; membersihkan maksud
dan motivasi bertaqarrub kepada Allah dari berbagai maksud dan niat lain.
Atau mengesakan hanya Allah-lah sebagai tujuan dalam berbuat kebajikan,
yaitu dengan menjauhi dan mengabaikan pandangan mahluk serta tujuan
keduniaan dan senantiasa berkonsentrasi kepada Allah semata.
Sedangkan Ibnu Alwy memberikan batasan pengertian seorang Mukhlis (orang
ikhlas) yaitu apabila ia melakukan ataupun meninggalkan sesuatu perbuatan,
baik dalam sunyi ataupun banyak orang tetap menyandarkan tujuannya hanya
kepada Allah, tanpa mencampuradukkan dengan maksud lain, misalnya karena
hawa nafsu atau keduniaan (harta, tahta, wanita). Dan jika dia berniat
disamping Allah juga karena manusia, maka dia termasuk Riya yaitu orang
yang berbuat riya dan amalnya tidak akan diterima. Apabila dia beramal
karena manusia semata, maka dia telah terjerumus ke dalam kebinasaan dan
riyanya telah mencapai tingkat Munafiq. Na'udzubillahi min dzalik.
Maka sifat keikhlasan patut dipelihara dari sifat-sifat yang mengotorinya
seperti riya., ujub (merasa bangga akan perbuatannya), takabbur bahkan
syirik sekecil apapun.
Rasulullah SAW mengingatkan ummatnya mengenai syirik ini. Sabdanya:
"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian ialah
syirik yang paling kecil." Para shahabat bertanya; "Apakah yang disebut
syirik yang paling kecil itu ?" Beliau menjawab; "Riya", Allah berfirman
pada Hari Kiamat ketika memberikan balasan terhadap manusia menurut
perbuatannya: "Pergilah kamu sekalian kepada sesuatu yang dijadikan tempat
memperlihatkan amal kamu di dunia, maka tunggulah apakah kamu menerima
balasan dari mereka itu."(HR Ahmad)
Sebagai upaya membina terwujudnya keikhlasan yang mantap dalam hati setiap
mukmin, sudah selayaknya kita memperhatikan beberapa hal yang dapat
memelihara ikhlas dari penyakit-penyakit hati yang selalu mengintai kita,
di antaranya:
Pertama, dengan meyakini bahwa setiap amal yang kita perbuat, baik lahir
maupun batin, sekecil apapun, selalu dilihat dan didengar Allah SWT dan
kelak Dia memperlihatkan seluruh gerakan dan bisikan hati tanpa ada yang
terlewatkan. Kemudian kita menerima balasan atas perbuatan-perbuatan tadi.
Firman Allah dalam S Al-Zalzalah 7-8:
" Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula" .
Dan yang sering tidak kita sadari adalah penyimpangan niat dari ikhlas
lillahi Ta'ala menjadi riya. Dalam hadis Qudsi dikemukakan: "Kelak pada
Hari Kiamat akan didatangkan beberapa buku catatan amal yang telah
disegel. Lalu dihadapkan kepada Allah SWT tetapi kemudian Dia berfirman:
"Buanglah semua buku-buku ini !" Malaikatpun berkata: "Demi kekuasaan-Mu,
kami tidak melihat didalamnya selain kebaikannya saja." Lalu Allah
berfirman; "Sesungguhnya amalan yang memenuhinya dilakukan bukan karena
Aku, dan Aku tidak menerima kecuali apa yang dilakukan karena mencari
keridlaan-Ku."
Kedua, memahami makna dan hakikat ikhlas serta meluruskan niat dalam
beribadah hanya kepada Allah dan mencari keridlaan-Nya semata, setelah
yakin perbuatan kita sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka
ketika niat kita menyimpang dari keikhlasan, kembalikanlah kepada keimanan
dan ketaqwaan serta segeralah mensucikan diri dengan bertaubat dan
meluruskan kembali niat baik tadi. Firman Allah: "Kecuali orang-orang yang
bertaubat dan memperbaiki amal mereka serta berpegang teguh kepada agama
Allah dan tulus ikhlas mengerjakan agama mereka karena Allah, maka mereka
itu adalah bersama orang yang beriman dan kelak Allah memberikan kepada
orang yang beriman pahala yang besar."
Ketiga, Berusaha membersihkan hati dari sifat yang mengotorinya seperti
riya, nifaq atau bentuk syirik lainnya sekecil apapun. Allah berfirman:
"Barang siapa yang berharap menemui Rabb-nya, hendaklah ia mengerjakan
perbuatan baik dan janganlah mempersekutukan dalam beribadah kepada
Rabb-nya dengan sesuatu apapun.
"Kehati-hatian" ini sebagai cerminan sikap ikhlas kita, meskipun tidak
jarang kita khilaf dan menyimpang dari niat semula. Namun, dengan memahami
seluk beluk penyakit hati ini, diharapkan kita dapat mengambil sikap yang
benar.
Fudhail Bin `Iyadh mengatakan: "Meninggalkan amal karena manusia adalah
riya, sedang beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas adalah
menyelamatkanmu dari kedua penyakit tersebut."
Keempat, Memohon petunjuk kepada Allah agar menetapkan hati kita dalam
ikhlas. Karena hanya Dia-lah yang berkuasa menurunkan hidayah dan
menyelamatkan kita dari godaan syetan yang selalu menghembuskan kejahatan
yang dapat membinasakan manusia. Tidak sedikit manusia yang terjerumus
pada riya dan syirik yang tersembunyi, sebagaimana diperi-ngatkan dalam
Hadits Nabi SAW, sabdanya: "Barangsiapa yang shalat dengan riya,
sesungguhnya ia telah melakukan syirik, dan barang siapa yang shaum dengan
riya, sesungguhnya ia telah melakukan syirik, dan demikian juga,
barangsiapa yang bersedekah dengan riya sesungguhnya ia telah melakukan
syirik, karena Allah `azza wajalla berfirman (dalam Hadits Qudsi):
"Aku adalah penentu yang terbaik bagi orang yang telah menyekutukan
sesuatu de-ngan-Ku. Amal perbuatannya sedikit maupun banyak bagi yang
disekutukannya sedang Aku sama sekali tidak perlu padanya."
Maka, sudah menjadi kewajiban kita sebagai pribadi muslim untuk terus
memelihara keikhlasan dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT dan
menjauhkan diri dari sifat-sifat yang mengotorinya. Hanya kepada-Nyalah
kita berserah diri dan memohon petunjuk-Nya.
Ya Muqollib Al-Qulub, Tsabbit Quluubanaa `ala diiniKa, Ashbahnaa `ala
fitratil Islam Wa-kalimatil Ikhlash Wa `Ala dini Nabiyina Muhammad
Sallallau'alaihi wasallam, wa'alaa millati abiinaa Ibrahiima haniifaa,
wamaa kaanaa minal musyrikiin. "
(Ya Allah yang berkuasa membolak-balik-kan hati manusia, tetapkanlah hati
kami dalam agama. Jadikanlah kami dalam fitrah Islam dan teguhkanlah kami
dalam prinsip keikhlasan, berpegang teguh kepada agama Nabi kami, Muhammad
SAW, juga millah Ibrahim dengan setulus hati. Dan Ibrahim itu bukan dari
golongan orang musyriK).